Wednesday, June 27, 2007

BUSWAY VERSUS PETE-PETE, DEMI KEPENTINGAN PUBLIK?

Makassar, 20/12 (ANTARA) - Kota Makassar sebagai kota metropolitan,sangatlah wajar jika terus berusaha memenuhi kebutuhan masyarakatnya dariberbagai sisi, termasuk jasa angkutan umum.

Namun jika jasa angkutan kotayang dikenal dengan nama 'pete-pete' itu jumlahnya sudah diatas batasnormal dan ketika pemerintah kota (Pemkot) Makassar menggulirkan wacana mengadakan busway sebagai alternatif angkutan umum untuk kepentinganpublik, maka busway pun menjadi versus alias lawan bagi pete-pete yanglebih awal beroperasi di kota ini. Setidaknya itulah yang terjadi dalam beberapa pekan ini di Kota 'AngingMammiri' .

Pertarungan para sopir pete-pete dengan makhluk 'busway' yang dianggap sebagai ancaman baru, karena dapat menggeser rezeki mereka yangselama ini memang sudah seret, bakal menjadi semakin seret dan tidakmenutup kemungkinan terjadi pengangguran besar-besaran untuk rute-rute(trayek) 'gemuk', seperti Jalan Urip Sumohadjo - Karebosi - Sentral.

Tak heran, di warung-warung kopi dan tenda-tenda 'Coto', perbincanganpara sopir yang menjadi topik utama adalah rencana kehadiran busway yangmenjadi versus bagi pete-pete. Dari perbincangan tersebut akhirnya,Subair, Ketua Asosiasi Pemilik dan Sopir Angkutan Kota Makassar (Asmak)dan para sopir yang tergabung dalam Asosiasi Pemilik dan Sopir AngkutanKota Makassar, Lembaga Pengembangan Sosial Ekonomi dan Pemudaan Bias(LPSED Bias), dan Asosiasi Pemilik dan Sopir Angkot Makassar UnitPelabuhan (APSAM), turun ke jalan melakukan aksi demo di Kantor DPR danKantor Walikota Makassar.

Dalam aksi tersebut, mereka menuntut agar tidak mengoperasikan Busway dikota ini, dengan alasan angkot 'pete-pete' yang ada saja sudah cukupbanyak dan mengakibatkan para sopir kesulitan memperoleh penumpang.

"Sekarang saja kami sudah susah memenuhi terget setoran per hari, kalauada busway, jalur-jalur yang kami lalui tentu akan diambil alih olehBusway," ungkap Subair, Ketua Asmak yang juga sopir pete-pete trayekMakassar Mall - Daya.

Selain melakukan aksi demo di Gedung DPRD Kota Makassar dan KantorWalikota, para sopir juga melakukan aksi mogok melayani penumpang dariberbagai trayek. Kalaupun ada sopir yang mencoba-coba tetap beroperasisecara normal, dengan alasan untuk mencari uang makan bagi keluarga,sopir-sopir yang melakukan aksi mogok, menahan angkot itu dan menurunkanpenumpangnya dengan paksa.

"Saya sebenarnya juga tidak setuju ada busway, tapi kalau harus mogok,bagaimana caranya menutupi setoran dan mendapatkan uang makan bagikeluarga?," ujar Rasyid, sopir pete-pete trayek Kampus - Cendrawasihmenanggapi aksi rekan-rekannya.

Akibat aksi mogok dan menurunkan penumpang itu, ribuan penumpangterlantar di pinggir jalan sebelum sampai ke tujuan seperti yang terjadidi Jl Perintis Kemerdekaan, depan Kampus UKIP Makassar, Jl UripSumoharjo, Jl Cenderawasih, Jl Sultan Alauddin, Jl AP Pettarani, Jl Dr Ratulangi, dan sejumlah ruas jalan lainnya.

Menanggapi aksi tersebut, H Opu Sidik, Ketua Organisasi PengusahaAngkutan Daerah (Organda) Sulsel mengatakan, dapat memahami kegelisahan para sopir angkot, namun aspirasi yang disampaikannya itu baik ke pihaklegeslatif ataupun eksekutif jangan disertai dengan aksi yang kurangsimpatik, seperti menurunkan paksa para penumpang dan melakukan aksimogok.

"Alasan berdemo kan untuk memperjuangkan nasib sebagai kelompokmasyarakat yang melayani kepentingan umum melalui jasa angkutan. Kalaumasyarakat sendiri menjadi anti pati terhadap aksi para sopir, karenatelah menelantarkannya, itu bakal menjadi bumerang alias para sopir akanditinggalkan oleh penumpangnya nanti," jelasnya.

Menyoal adanya anggapan para sopir kalau Organda kurang memberikandukungan kepada para sopir, Opu mengatakan, Organda memang bukan wadahpara sopir, tetapi pengusaha angkutan. Kendati demikian, Organda tetapakan memperhatikan namun caranya mungkin berbeda dengan aksi para sopir.

"Dalam hal ini kami akan mengkaji terlebih dahulu keberadaan busway itu,jika memang manfaatnya jauh lebih besar untuk kepentingan publik danmemang sudah menjadi tuntutan publik, rencana pemerintah itu perludidukung," katanya seraya menambahkan, jika sebaliknya dan pete-peteyang ada saat ini dinilai mampu melayani publik dengan baik danmemberikan rasa nyaman, tentu busway tidak perlu diadakan.

Over Load
Keberadaan Angkot pete-pete saat ini sudah mencapai 8.000 unit ataumelebihi batas ideal operasional (over load) untuk kebutuhantransportasi darat penduduk Kota Makassar yang berjumlah sekitar 1,3 jutajiwa. Padahal idealnya, kendaraan umum yang beredar di Makassar itu hanya sekitar 2.300 unit.

"Kondisi ini menyebabkan adanya persaingan tidak sehatantar sopir di lapangan untuk mendapatkan penumpang.Karena itu, pemerintah atau pihak yang terkait harusmengevaluasi semua itu, bukan langsung mengadakan busway,"kata Opu Sidik mengingatkan.

Menurut Opu, Organda selama ini tidak pernah dimintaipertimbangannya oleh pemerintah atau pihak yangberkompeten dalam hal ini Dinas Perhubungan mengenai jumlahideal angkot yang beroperasi di kota ini. Bahkan, sudahmenjadi rahasia umum, aparat selalu saja mengeluarkanizin trayek baik secara sembunyi-sembunyi maupunterang-terangan, kendati jumlah pete-pete di Makassar sudah over load.

Tak ayal, di lapangan dari sekitar 8.000 ribu unit angkutan kota yangberoperasi, sebanyak 3.000 unit lebih yang tidak memiliki izin. Padahal,sesuai undang-undang yang berlaku yang mendapat izin operasionalhanyalah pengusaha angkutan dan perorangan yang memenuhi persyaratan.

Menanggapi persoalan pete-pete itu sendiri, Prof DR Djalaluddin Rahman,Ketua Komisi D Sulsel yang membidangi masalah kesejahteraan sertaBurhanuddin Odja, Ketua Komisi C DPRD Makassar sama mengingatkan, agarPemkot Makassar berikut jajarannya segera mengevaluasi izin-izin trayek yang ada saat ini, termasuk ribuan kendaraan yang hanya memiliki izintrayek fiktif.

"Jika itu bisa diselesaikan dengan baik, selanjutnya, melihat plus minuspengoperasian busway itu ke depan, sehingga semuanya bisa sama-samabaik," ujar Djamaluddin sembari menambahkan, kalau busway beroperasi,hendaknya biayanya jauh lebih murah sebagai angkutan publik yang difasilitasi oleh pemerintah.

Sementara rencana pengoperasian busway itu, Burhanuddin mengatakan,hendaknya para sopir bersabar dulu melihat perkembangan di lapangan.Selain itu, juga mengimbau agar tuntutan para sopir itu disampaikandengan 'kepala dingin'.

Pengadaan busway sendiri oleh Pemkot Makassar direncanakan mulaiberoperasi di Makassar pada tahun 2008 mendatang. Namun sebelum beroperasi, Pemkot Makassar akan membangun infrastruktur sepertipelebaran jalan, pembangunan halte dan jembatan penyeberangan, danfasilitas pendukung lainnya.

Pengadaan busway yang akan menelan biaya sekitar Rp40 miliar itu adalah kerja sama pemerintah pusat melalui departemen perhubungan dengan PemkotMakassar. Sistem transportasi ini juga ditawarkan kepada 14 kota besarlainnya di Pulau Jawa dan Sumatera.

Sementara Dephub menyediakan armadadengan sistem sudsidi. Khusus Makassar, diplotkan mendapatkan 20 unitbusway. Untuk kesiapan operasional busway itu, pada tahap pertama yangdirencanakan pertengahan 2007 mendatang, akan dibangun tiga koridor darienam koridor yang direncanakan. Koridor I untuk rute Jl Perintis Kemerdekaan-Urip Sumoharjo-Karebosi, menyusul Koridor II untuk rute Lapangan Karebosi-Sungguminasa dan Koridor III LapanganKarebosi-Tanjung Bunga. Sedangkan tiga koridor lainnya masih dalam tahappengkajian.

"Kami yakin operasional busway ini akan saling melengkapi pete-pete yangada saat ini. Jadi, para sopir jangan khawatir, karena busway hanya melewati jalur-jalur tertentu saja," ungkap Ilham Arif Sirajuddin,Walikota Makassar berargumen, menyikapi kekhawatiran para sopir diMakassar.

Walikota bahkan memberikan contoh, ketika Bus Damri akandioperasikan pada tahun 1990-an di Makassar, juga ditentangoleh para sopir, namun setelah beroperasi, dua jeniskendaraan publik itu tetap memiliki penumpang masing-masingdan kini sudah berjalan normal lebih sepuluh tahun.

Terlepas dari semua argumen-argumen itu, yang pasti, busway atau punpete-pete hadir mewakili kepentingan publik. Yang membedakan, hanyajumlah kapasitas panumpangnya, pete-pete hanya 12 orang sedangkan busway20 - 28 orang. Namun kapasitas penumpang itu kemudian menjadi persoalanbagi sopir pete-pete, karena busway sebagai angkutan massal dan hanyamemerlukan satu sopir untuk satu unit busway, sementara untuk jumlahpenumpang tersebut sudah bisa dua atau tiga unit pete-pete yang berartipula memberdayakan lebih dari satu orang sopir.

BANJIR SINJAI, BUAH KERUSAKAN HUTAN

Makassar -- Banjir bandang setinggi lima meter dan tanah longsor yangterjadi di Kabupaten Sinjai, Sulsel pada Juni 2006 lalu adalah buah darikerusakan hutan di Sulsel.Saat sebagian besar warga Sinjai tidur lelap, hujan deras mengguyur daerahitu dan tak lama kemudian air sungai Mangonttong pun meluap dan menyapusejumlah desa di Kabupaten Sinjai, khususnya di Kecamatan Sinjai Utara danSinjai Timur yang memang secara geografis daerahnya landai.

Lokasi Sungai Mangontong sebenarnya berada di sisi utara GunungBawakaraeng. Sementara di gunung tersebut, hutan pinus di sisi selatannyasudah banyak ditebang dan lahannya berubah menjadi perkebunan lada danvanila.Akibatnya, setelah Kabupaten Sinjai diguyur hujan selama tiga hariberturut-turut (21-23 Juni 2006) dalam kondisi curah hujan diatas normal(220 mm/hari) , luapan Sungai Mangontong akhirnya menelan lebih dariseratus orang korban diKabupaten Sinjai, dan puluhan korban juga melanda daerah di sekitarnyayakni Kabupaten Bone, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto.

Selain korban jiwa, korban material pun sangat besar, bahkan upayarecovery yang dilakukan pemerintah setempat dalam setengah tahun terakhir,belum sepenuhnya mampu memulihkan kondisi desa atau dusun yang terkenabencana banjir bandang dan longsor.Terbukti rehabilitasi daerah-daerah yang dilanda bencana di KabupatenSinjai, hingga kini masih jalan di tempat.

Kerja besar pemerintah setempat mengembalikan Sinjai seperti sedia kalasama sekali belum ada, termasuk antisipasi agar bencana tak lagi terulang.Padahal, akibat banjir dan longsor pertengahantahun 2006 lalu, korban meninggal di Sinjai mencapai 220 orang. Sementara 7.858 jiwa lainnya terpaksa menjadi pengungsi karena kehilangan rumah danharta benda.Belum lagi kerusakan sarana dan prasarana pendidikan dan pertanian sertainfrastruktur yang mencapai miliaran rupiah.

Sejumlah pengungsi yang kehilangan rumah hingga kini masih ditampung digedung milik Pemerintah Kabupaten Sinjai meski jumlahnya tidak banyak.Sementara di beberapa tempat, seperti di Desa Panaikang, Gantarang,Kanrung, Baru, dan Tellue, bahkan masih ada korban banjir dan longsor yangmenumpang di rumah kerabat mereka, karena tidak bisa berbuat apa-apa jikakembali ke rumahnya.

Peringatan Dini Tidak JalanMenyikapi bencana alam yang terjadi pada medio 2006 lalu di KabupatenSinjai, Indah Pattinaware, aktivis dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia(Walhi) Sulsel menilai, hal itu terjadi karena pemerintah tidak mempunyaisistem peringatan dini."Pemerintah tidak dapat mengantisipasi datangnyabencana, karena tidak mempunyai sistem peringatan dini," ungkapnya sembarimenambahkan, yang terjadi kemudian ketika terjadi bencana justeru salingtuding antara pejabat pemerintah pusat dengan daerah ini yang tentunya takmenyelesaikan masalah.

Di sisi lain, penyebab utama bencana yang terjadi di Sinjai itu karena hutan atau pohon di sekitar hulu Sungai Mangontong sudah mengalamikerusakan sebelum banjir datang.Berdasarkan data Dinas Kehutanan Sulsel diketahui, seluas 510 ribuhekatare dari total dua juta hektar lahan hutan di Sulsel saat ini dalam keadaan kritis.

Kerusakan hutan tersebut umnya terjadi di Kawasan KaraengLompo, di sekitar Gunung Bawakaraeng dan Lompo Battang yang nota beneberada di wilayah kelima kabupaten yang terkena bencana banjir pada Juni2006 silam.Menanggapi masih minimnya sistem peringatan dini yang dilakukanpemerintah, Kepala Badan Kesbang Sulsel, H Saleh Radjab menampik haltersebut.

Menurutnya, pihaknya sudah berupaya maksimal, namun kondisi alamyang berubah secara tiba-tiba bisa diluar jangkauannya.Sementara itu, Gubernur Sulsel HM Amin Syam mengatakan, pihak Pemprovsendiri pada saat pasca bencana sudah memberikan bantuan uang lebih dariRp100 juta plus bantuan natura. Sedang pemerintah pusat memberikanbantuan dana tanggap darurat sebesar Rp 1 miliar. Termasuk memberikanbantuan perbaikan rumah bagi warga yang terkena bencana.Terlepas dari upaya yang dilakukan pemerintah itu, Burhan, salah seorangwarga Kecamatan Sinjai Utara, Kabupaten Sinjai yang merupakan dampinganWalhi mengatakan, pasca bencana selain kehilangan anggota keluarga danharta benda, alat mata pencahariannya berupa perahu nelayan sudah tidakada lagi.

"Kalau dulu memiliki perahu sendiri untuk menangkap ikan di laut, kinihanya menjadi sawi (anak buah) dari pemilik kapal nelayan yang ada,"keluhnya seraya menambahkan, otomatis hasil yang diperoleh dari melaut itu hanya cukup untuk makan sehari-hari saja. Padahal dua orang anaknya yang sempat selamat dari bencana banjir, masih butuh biaya sekolah dankebutuhan sandang pangan yang memadai.

IMLEK SEBARKAN NUANSA PERSAUDARAAN

Makassar, 15/2 (ANTARA) - Layaknya pergantian tahun Masehi, perayaan Imlek 2558/2007 M kali ini di Makassar bakal meriah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pasalnya, perayaan Imlek kali ini selain memiliki agenda yang beragam, juga akan menampilkan karnaval budaya yang dihadiri sedikitnya 30 etnik dari seluruh Indonesia yaqng sarat dengan nuansa persaudaraan.
Sebulan menjelang perayaan Imlek, nuansa khas suku Tionghoa sudah menyebar di mana-mana. Mulai dari kawasan yang tak jauh dari Pantai Losari, khususnya sekitar jalan Sulawesi dan Irian, juga Kawasan Jalan Somba Opu, tampak aneka lampion menyemarakkan jalan-jalan dan rumah-rumah warga Kota Makassar keturunan Tiongkok.
Sementara di mall hingga pasar-pasar tradisional, tidak mau ketinggalan menjadikan momen Imlek sebagai salah satu cara menarik pembeli, dengan menyiapkan berbagai barang dan pernak-pernik yang berkaitan dengan perayaan Imlek. Di Mall Gowa Trade Center (GTC) misalnya, selalu menjadi langganan ajang kejuaraan barongsai yang senantiasa memukau dan menarik perhatian pengunjung mall, baik untuk datang berbelanja maupun hanya untuk 'cuci mata' saja.
Sama halnya di mall GTC, mall Panakkukang, Makassar Trade Center (MTC) Karebosi dan mall-mall lainnya di Makassar, tak mau ketinggalan dalam memberikan apreasiasi terhadap perayaan Imlek yang jatuh pada tanggal 18 Februari 2007. Mulai dari souvenir, kostum dan perabotan rumah tangga, semuanya mencirikan etnis Tionghoa yang identik dengan warna merah.
Momen imlek yang memberikan nuansa khas etnik negara Bambu Kuning ini, otomatis menjadi salah satu objek yang menarik bagi wisatawan, khususnya wisatan mancanegara yang belakangan ini marak mengunjungi Makassar.
Selama bulan Februari 2007, tercatat dua kapal pesiar yang singgah di Kota Makassar, masing-masing kapal pesiar Costa Marina dari Italia yang membawa 496 wisatawan Eropa pada Sabtu (3/2) dan kapal pesiar Albatros yang berbendera Jerman membawa 596 orang wisatawan Eropa.
Jalan Sulawesi dan Irian yang di dominasi warga beretnik Cina, menjadi salah satu tempat kunjungan wisatawan asing tersebut. Pasalnya, di lokasi itu, selain bisa berbelanja aneka ole-ole juga dapat mencicipi masakan khas Cina yang sudah mulai berasimilasi dengan masakah lokal khas Bugis-Makassar.
Hanya saja khusus di pemukiman 'pecinan' yang sudah dilengkapi gerbang bertuliskan "Cina Town", masih memiliki banyak kekurang untuk dijadikan objek wisata.
Hal itu diungkapkan DR Andi Ima Kesuma, salah seorang dosen Universitas Hasanuddin yang mengeluti di bidang sejarah dan permuseuman.
"Mempertahankan bangunan perumahan etnik Cina sudah baik, namun perlu ditunjang oleh hal-hal yang bisa menarik penungjung, misalnya menyiapkan jajanan khas Cina dan souvenir tanpa perlu mencari ke tempat lain lagi," jelas ibu dua orang anak ini yang juga adalah Kepala Museum Kota Makassar. Menanggapi kritikan tersebut, Yonggris salah seorang warga Makassar
keturunan Tionghoa yang setiap tahunnya menjadi Ketua Panitia Imlek mengatakan, hal itu perlu dibenahi ke depan. Apalagi keberadaan Cina Town itu, bukan stigma pengkotak-kotakan warga di Kota 'Anging Mammiri' ini, melainkan sebagai bukti sejarah dan bentuk kebebasan berekspresi.
Warga keturunan sendiri di Sulsel sekitar 110 ribu orang dan 80 persen di antaranya berada di Kota Makassar. Sedang agama yang dianut, hanya 20 persen dari jumlah warga keturunan itu menganut Agama Budha. Sedang selebihnya beragama Kristen dan Islam.
Hal tersebut dipertegas Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin. Menurutnya, keberadaan Cina Town di Makassar itu adalah simbol bukti sejarah, bahwa zaman pra sejarah hingga saat ini keturunan Tionghoa
memiliki rasa persaudaraan yang kuat, bukan hanya diikat oleh kepentingan ekonomi.
"Kita memberikan ruang kepada semua etnik untuk tumbuh dan berkembang bersama-sama, dengan menyingkirkan rasa diskriminatif," ujarnya.

Cap Go Meh Terbesar
Serangkaian dengan perayaan Imlek alias prosesi Cap Go Meh di Makassar, dengan menghadirkan karnaval budaya yang melibatkan sekitar 5.000 orang dari 30 etnik menjadikan perayaan Cap Go Meh ini sebagai ajang yang terbesar sepanjang sejarahnya di Makassar.
"Karnaval budaya nusantara ini siap digelar 4 Maret mendatang. Ini merupakan yang paling besar setelah perayaan Imlek diperingati dalam kurun tiga tahun terakhir," ungkap Yonggris, Ketua Panitia Peryaaan Tahun Baru Imlek 2558/2007 M.
Menurutnya, karval yang didukung oleh utusan dari masing-masing klenteng, siap mengarak arca dewanya dengan melewati rute yang telah ditentukan pada Minggu (4/3) pagi.
Adapun rutenya, dimulai dari Jl Sulawesi-Jl Ujungpndang- Jl Pasar Ikan-Jl Penghibur-Jl Muchtar Lutfi-Jl Somba Opu-Jl Patimura-Jl Riburane-Jl Jend A Yani-l Dr Wahidin dan berakhir di Jl Sangir.
"Prosesi arak-arakan arca dewa ini, dimaksudkan untuk memberkati Kota Makassar agar terhindar dari segala ancaman bahaya dan penyakit," jelasnya.
Selain menggelar karnaval budaya, untuk memeriahkan Cap Go Meh itu, pada malam harinya, panitia menyiapkan enam panggung hiburan dan satu diantaranya adalah panggung utama yang dipusatkan di Jl Sulawesi.
"Acara ini, dijamin ramai karena kami akan menampilkan Golden Dragon untuk menghibur warga Makassar," ungkap Yonggris seraya menambahkan, pada malam itu pula akan menjadi ajang mencari jodoh bagi muda-mudi Tionghoa.
"Kami juga menjadikan perayaan Imlek ini sebagai bulan Berbagi Kasih dengan menggelar bakti sosial mulai 4 Februari sampai dengan 4 Maret 2007 mendatang," paparnya seraya menambahkan, bagi yang ingin menyumbangkan sebagian hartanya sebagai wujud kepedulian sosial, dapat mengirim SMS ke 5605238 dan pihak panitia siap menjemput sumbangannya di tempat, baik dalam bentuk uang, barang, bahan makanan, dan lain-lain.
Hasil derma yang terkumpul itu akan disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu, setelah dua atau tiga hari dari puncak acara (4 Maret). Sasarannya adalah mereka yang merupakan komunitas tukang becak, buruh bangunan dan masyarakat yang termarginalkan.
Yang jelas, ungkap pengusaha yang bergerak di bidang jasa ini, peringatan Imlek itu dititikberatkan pada fungsi sosialnya dengan mengedepankan dan menyebarkan rasa kebersamaan dan persaudaraan, tanpa membedakan etnik tertentu dan merasa lebih unggul dari etnik lainnya.

Tuesday, June 19, 2007

UNHAS MENUJU UNIVERSITAS RISET

Makassar, 6/9 (ANTARA) - Universitas Hasanuddin
(Unhas) yang dijuluki 'Kampus Merah' diusianya yang kini 50 tahun pada bulan
September ini, mencoba menuju 'tanjung harapan' selaku universitas
riset di tanah air dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada khususnya.

Untuk mencapai salah satu tujuan dari 'Tri darma'
perguruan tinggi itu, yakni 'buah' dari ilmu yang diperoleh di perguruan
tinggi dapat diterima dan diterapkan oleh masyarakat umum, memang
tidaklah mudah. Karena butuh kegigihan dan kecakapan para pelaku yang
terlibat dalam suatu penelitian atau riset. Bahkan butuh waktu yang cukup
panjang untuk menyandang pengakuan sebagai universitas riset.

Hal tersebut diakui baik Prof DR Ir Herry Sonjaya,MSc, Direktur Pusat Kajian Penelitian (PKP) Unhas, maupun Prof DR H Abd Rauf Patong, Kepala Lembaga Penelitian Unhas.

Kedua 'nakhoda' yang berkutat seputar penelitian itu dengan 'job describtion' yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, menegaskan bahwa Unhas yang berada
di wilayah KTI, sudah mendapat kepercayaan kepercayaan dari Dirjen Perguaruan Tinggi (Dikti) untuk melakukan penelitian dan memberikan penilaian secara
desentralisasi.

Dengan demikian, Unhas sebagai salah satu dari tujuh perguruan tinggi (PT) di Indonesia (UNAIR, IPB, UNDIP, UNIGRO, UNS, dan ITB) sudah memiliki hak 'otonomi' dalam menyeleksi, mengevaluasi dan menilai ajuan penelitian yang dimasukkan oleh para dosen maupun
mahasiswa.

"Karena itu, proposal penelitian tidak perlu lagi diseleksi, direview maupun dinilai di pusat (Dikti), tetapi cukup di Lembaga Penelitian (LP) Unhas saja,"
jelas Rauf sembari menambahkan, untuk keperluan itu ditunjuk tim reviewer dari Unhas sendiri.

Untuk efektivitas dan efisiensi kinerja PKP dalam melahirkan hasil-hasil penelitian yang bermutu, maka sejak Juni 2006 pada masa jabatan Prof DR dr Idrus Paturusi sebagai Rektor Unhas menggantikan rektor yang sebelumnya, Prof DR Rady A Gani, maka dipandang perlu
mengembangkan PKP menjadi dua lembaga, yakni PKP sendiri yang mengurusi operasional/laboratorium penelitian dan LP sebagai lembaga yang megurusi persoalan administrasinya.

"Tentu dengan pemisahan ini, kinerja dan hasilnya bisa lebih tergenjot," ungkap Herry. Kendati diakui, dengan pemisahan kerja itu masih banyak yang perlu dibenahi
baik ke dalam maupun ke luar.

Khusus di PKP sendiri, paparnya, pembenahan ke dalam adalah meningkatkan mutu SDM peneliti sekaligus upaya pengadaan sarana penelitian yang lebih memadai.
Sehingga PKP yang membawahi enam divisi ini masing-masing Divisi Kelautan, Bioteknologi, Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, Pangan dan Gizi, Energi dan Isotop, serta Sosial dan Humaniora, produk penelitiannya semakin bermutu dan bisa diaplikasikan dengan baik di kalangan masyarakat.

Alumni Fakultas Peternakan spesialisasi Fisiologi Ternak Reproduksi Unhas ini, dari segi mutu SDM menilai, peniliti masih belum memiliki 'rop map' penelitian, sehingga selama ini para peneliti berjalan sesuai dengan selera masing-masing. Padahal perencanaan dan alur penelitian masa lalu - sekarang - yang akan datang (past-present-future) itu sangat
penting, utamanya dalam mengiringi dan menunjang pembangunan nasional.

"Di sini (Indonesia) kultur peneliti, bukan hanya di Unhas tetapi juga di Jawa atau di tempat lain, masih mengikuti ego masing-masing alias individualist," ungkap Herry yang menyelesaikan master dan doktornya di Perancis. Disamping itu, masih sedikit dosen yang
terlibat ataupun tertarik melakukan penelitian, padahal semenstinya dosen selain mengajar juga harus mampu melakukan penelitian untuk mengikuti perkembangan ilmu yang digelutinya.
Kelemahan itu ditambah lagi dengan belum adanya kebijakan riset jangka panjang yang dikeluarkan oleh Unhas. Sementara dari pendanaan penelitian, PKP juga belum memiliki otonomi untuk mencari funding sendiri, karena masih menunggu drop alokasi dana yang diatur
oleh LP ataupun Unhas. Padahal persoalan dana juga merupakan faktor penting untuk menunjang mutu penelitian.

Dana penelitian selama ini hanya menggunakan 'system blockgram' yang berasal dari Dikti melalui LP untuk membiayai tiga jenis penelitian yakni penelitian fundamental (dasar) dengan platform Rp40 juta per penelitian, penelitian hibah bersaing Rp50 juta per
penelitian dan penelitian unggulan terpadu atau pekerti maksimal Rp75 juta per penelitian.

Selain ketiga jenis dana yang kucurkan Dikti itu, ungkap Rauf pada keterangan terpisah, juga ada dana hibah pasca sebesar Rp90 juta per penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat pasca sarjana. Hanya saja untuk periode 2007
mendatang, Unhas belum mendapatkan alokasi itu.

"Yang jelas dana yang dialokasikan per tahun itu, disesuaikan dengan jumlah dan budget proposal yang diterima. Khusus tahun 2006, LP Unhas menerima dana penelitian sebanyak Rp1,398 miliar untuk 43 penelitian," paparnya seraya menambahkan, sedang dana
yang berasal dari kas Unhas sendiri pada tahun ini memberikan biaya penelitian khusus kepada 45 dosen muda masing-masing Rp4,5 juta untuk melakukan penelitian-penelitian 'kecil'.

Berguna Bagi Masyarakat
Sejak keberadaan PKP tahun 1998 dan pada pertengahan 2006 LP hadir agar PKP berfungsi maksimal, sudah kurang lebih seribu hasil penelitian yang sudah terakreditasi. Namun dari jumlah tersebut, hanya sedikit yang diaplikasikan oleh masyarakat, karena terbentur lemahnya sosialisasi dan publikasi, serta keterbatasan SDM yang dapat mendampingi masyarakat menerapkan hasil dari penelitian itu.

LP sendiri yang memiliki 9 Pusat Penelitian (puslit) dengan 14 unit kegiatan, diantaranya Pusat Studi Lingkungan (PSL), Pusat Studi Gender, Pusat Penelitian
Gizi dan Pangan, Pusat Penelitian Lebah Madu, serta Pusat Penelitian Pengambangan Wilayah, setiap tahunnya rata-rata menerima 100 proposal penelitian dan yang
lolos seleksi sekitar 30-40 persen, tentu menjadi suatu harapan yang besar bagi masyarakat. Pasalnya, semua hasil penelitian itu diharapkan berguna dan memiliki nilai tambah dalam kehidupan.

"Hasil-hasil penelitian itu, diarahkan pada hal yang bersifat ekonomi yang menujang pembangunan nasional," jelas Herry. Alasannya, kebutuhan itulah yang sangat
mendesak bagi masyarakat dewasa ini.

Dari sekian hasil penelitian yang ada, bioteknologi di bidang pertanian, kelautan dan kedokteran, dinilai yang paling banyak bersentuhan dengan masyarakat,
khususnya yang berada di kalangan menengah ke bawah. Sebagai contoh, bioteknologi pertanian, kini telah dikembangkan bibit/benih kentang unggulan dengan menggunakan kultur jaringan. Dalam hal ini, PKP bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bantaeng,
Gowa dan Enrekang. Selain itu, melalui Pusat Pangan dan Gizi PKP juga telah mengadakan riset uggulan nasional bekerjasama dengan IPB menghasilkan 'Jagung instant'.

Jagung tersebut yang merupakan bahan dasar untuk 'bubur/sup jagung' yang lebih dikenal dengan nama 'bassang' di daerah ini, tidak perlu diredam seharian sebelum dijadikan bassang, tetapi cukup direndam selama 10 - 15 menit saja.

Sementara di Bidang Kelautan, Divisi Kelauatan PKP melalui Pusat Studi Terumbu Karang, telah berhasil melakukan transplantasi terumbu karang yang bertujuan mempercepat pertumbuhan biota laut itu, pasca pemboman ikan yang marak dilakukan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab.

Buah teh yang selama ini diabaikan, setelah dilakukan penelitian mendalam, ternyata mampu menangkal penyakit (virus) yang menyerang udang tambak, serta menghambat
perkembangan ikan mujair di areal pertambakan. Hasil penelitian ini, sudah diterapkan pada areal tambak di Kabupaten Maros dan Takalar.

"Ini kami ketahui dari orang-orang (peneliti) Unhas yang mengambil daerah percontohan di Maros, ternyata setelah kami coba, hasilnya sangat memuaskan," ungkap H Sangkala, salah seorang petambak udang di Desa Pajjukukang, Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros.

Aplikasi pemanfaatan hasil penelitian lebah madu, juga tak kalah manfaatnya bagi masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pengunjung ke laboratorium
Fakultas Peternakan Unhas yang merupakan jaringan PKP, baik untuk membeli madu maupun terapi sengatan lebah untuk penyembuhan suatu penyakit.

"Dulu kaki saya sering keram, karena kolesterol dan asam urat cukup tinggi. Setelah menjalani terapi sengatan lebah, Alhamdulillah kaki sudah baik lagi,"
ungkap Rohana, salah seorang yang pernah memanfaatkan hasil penelitian lebah madu itu.

Sementara 'buah' penelitian khusus Divisi Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, PKP Unhas telah menjalin kerjasama dengan beberapa pemerintah kabupaten/kota di daerah ini, di antaranya Pemkab Barru, Bantaeng, dan Pemkot Makassar.

"Karena ini bentuknya kerjasama, maka hasil penelitian tersebut tentu langsung diaplikasikan," ungkap Herry. Kerjasama serupa sesuai segmen masing-masing juga
telah dilakukan dengan instansi atau lembaga lainnya seperti PT PLN, Balai POM, dan Balitbangda di daerah ini.

Meski usia PKP/LP baru delapan tahun, sehingga masih sangat muda dibanding usia Unhas sendiri yang kini genap 50 tahun, namun tak ada salahnya menggantungkan harapan bahwa universitas bergelar 'Ayam Jantan dari Timur' ini, kelak menjadi universitas riset yang
berguna bagi masyarakat, seperti universitas tertua di Bangkok, Thailand 'Chailalangkung University' yang mempersembahkan hasil-hasil penelitiannya untuk
kemakmuran masyarakatnya. Untuk mencapai obsesi itu, PKP dan LP Unhas harus berjuang keras dan terus berusaha membenahi kekurangan-kekurangan yang ada.

BUSWAY MAKASSAR DI PERSIMPANGAN JALAN

Makassar, 16/6 (ANTARA) - Setelah sukses diterapkan di Jakarta sejak 2005, 'demam' busway kini merambah kota-kota metro lainnya di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi yang ingin memodernisasi armada angkutan massalnya.

Namun bagi Makassar, kota berpenduduk sektiar 1,3 juta jiwa yang berniat menerapkan busway tahun 2008, masih menghadapi masalah yang dilematis, sehingga rencana penerapan busway itu seolah masih ada di persimpangan jalan.

Sebagai kota metro, Makassar dinilai sudah layak menggunakan busway untuk melengkapi armada angkutan massal yang sudah disediakan Perum Damri sejak tahun 1980-an dan 'pete-pete' yang kini terus menjamur.

Apalagi, departemen perhubungan telah menjanjikan bantuan berupa 20 unit bus bila sistem angkutan modern ini direalisasikan di kota berjuluk 'anging mammiri' itu.

Hanya saja, untuk menerapkan busway di Kota Makassar, Pemkot setempat menemui kendala kesiapan infrastruktur pendukung kelancaran operasional.

"Sebenarnya tahun 2008 mendatang, Pemkot Makassar akan menerima hibah 20 unit busway, namun hingga saat ini Pemkot belum bisa memutuskan menerima atau tidak tawaran dari Dephub itu," ungkap Muchtar Kasim, Kepala Dinas Perhubungan Kota Makassar.

Pasalnya, Pemkot khawatir infrastruktur pendukung operasional busway belum akan rampung tahun depan, sekalipun upaya pelebaran jalan telah mulai dilakukan di lokasi yang akan menjadi rute busway seperti Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jl AP Pettarani.

Walikota Makassar H Ilham Arief Sirajuddin mengakui, untuk membangun sistem transportasi yang baik dan ramah lingkungan, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan karena butuh biaya yang banyak dan waktu yang cukup lama.

"Sarana transportasi massal dengan busway memang merupakan amanah pemerintah pusat pada sejumlah kota besar termasuk Kota Makassar. Namun untuk rute yang akan dilalui busway itu, penyediaan jalannya merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi. Jadi, semuanya harus bersinergi," paparnya.
Hal senada dikemukakan Ketua Komisi C DPRD Makassar, H Burhanuddin Odja. Ia menyebut ada matai rantai saling behubungan lain yang mengakibatkan adanya ketergantungan sehingga Pemkot sendiri sulit mengambil keputusan.

Mata rantai itu adalah ketergantungan Pemkot Makassar pada bantuan pemerintah pusat untuk mendapatkan armada busway dalam bentuk hibah serta ketergantungan pada keharusan melebarkan jalan raya yang menjadi program Pemprov Sulsel. Pemprov juga tergantung dana pemerintah pusat melalui APBN untuk menangani jalan itu.

"Dengan demikian, lanjutnya, ketiga unsur itu harus bersinergi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang sama dalam upaya memperbaiki sistem transportasi darat bagi masyarakat," katanya dan menambahkan, untuk membangun sinergi itu bukanlah hal mudah.


Koridor dan feeder


Meski putusan final belum diambil soal diterapkan atau tidaknya sistem busway mulai tahun 2008, perencanaan soal itu telah gencar dilaksanakan, khususnya terkait penetapan jalur utama dan jalur pengumpan (feeder).

Jaringan Kerja Penataan Transportasi (JKPT) Makassar bersama Masyarakat Transportasi Indonesai (MTI) dan Dinas Perhubungan Makassar telah menetapkan enam jalur atau koridor busway (kendaraan massal) di Makassar.

Keenam koridor ini masing-masing; Koridor 1 memiliki rute: Terminal Regional Daya (TRD)- Jl. Perintis Kemerdekaan - Jl. Urip Sumoharjo - Jl. AP Pettarani (depan Kantor Tekom). Koridor 2 miliki rute: Lapangan Karebosi - Jl. Garuda - Jl. Rajawali - Jl. Metro - Mal GTC.

Sedangkan rute Koridor 3: Terminal Pelabuhan Soekarno Hatta-Jl. Tentara Pelajar- Jl. Irian-Jl. A Yani- Jl. Sudirman- Jl. Bawakaraeng- Jl. Veteran- Jl. Sultan Alauddin- Terminal Malengkeri. Untuk rute Koridor 4: TRD-Jalan Tol-Jl. Teuku Umar -Jl. Cakalang - Jl. Yos Sudarso.

Rute Koridor 5: Jl AP Pettarani (Km 4)- Jl. Maccini Raya - Jl. Bawakaraeng - Lapangan Karebosi. Sedangkan Koridor 6: PLTU Tello-Jl. Antang Raya - Jl. Perumnas Antang- Jl. Tembus Hertasning - Jl. Toddopuli Raya - Terminal Panakkukang.

Hal ini terungkap dalam ekspose hasil studi transformasi moda angkutan umum di Kota Makassar di Royal Regency, Jumat 29 Desember.

Untuk membangun koridor-koridor bersama halte-haltenya itu, Pemkot Makassar memperkitakan akan menyerap dana sektiar Rp40 miliar.

Sebagai pilot project, kata Ilham Arief Sirajuddin, Walikota Makassar beberapa waktu lalu, pihaknya akan membangun koridor pertama rute Terminal Regional Daya ke Kantor PT Telkom Divre VII di Jl AP Pettarani.
"Tahun ini (2007), pelebaran Jl Urip Sumoharjo akan dilakukan mulai dari Jembatan Tello sampai pintu dua Universitas Hasanuddin (Unhas). Ini strategi kita ke pemerintah pusat untuk mendapatkan dana. Saya bilang ke Departemen PU, kalau mau busway masuk Makassar, lebarkan dulu jalannya. Ternyata tahun ini turun dana Rp26 miliar," kata Ilham
Selain koridor, Pemkot juga mengkaji jalur pengumpan (feeder) untuk menyediakan 'space' bagi armada angkutan kota yang lain, terutama 'pete-pete' agar mereka tidak 'mati' saat busway beroperasi.

Hal itu penting untuk meminimalisasi ekses sosial dan ekonomi di masyarakat. Pasalnya, ketika isu pengoperasian busway di Kota Makassar digulirkan sejak pertengahan tahun lalu, kelompok sopir 'pete-pete' mulai berdemo dan menggelar aksi mogok.

Mereka merasa terancam dengan rencana mengoperasikan busway karena pendapatan mereka akan 'dirampas' oleh armada angkutan umum modern itu.

Padahal, di sisi lain, masyarakat merindukan hadirnya transportasi yang lebih nyaman, aman, tepat waktu dan yang lebih ramah lingkungan.

"Masyarakat Makassar butuh busway seperti di Jakarta itu. Tidak ada apa-apa kita membayar sedikit lebih mahal dari kendaraan umum biasaya, yang penting pelayanannya memuaskan," ungkap Norma, salah seorang pengguna jasa transportasi umum yang sehari-harinya bekerja di perusahaan marketing di Makassar.

Ia menilai, kesemrawutan angkutan kota 'pete-pete' di ibukota Sulsel ini tampaknya makin menjadi-jadi. Kemacetan sudah menjadi menu hampir setiap hari, sementara armada angkutan yang ada saat ini tidak memberikan jaminan kenyamanan dan ketepatan waktu kepada penggunanya.

Pendapat itu didukung Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso saat berkunjung ke Makassar bulan Maret 2007.

"Kota Makassar sudah sangat membutuhkan busway. Makassar telah menjadi kota padat dengan lalu lintas yang semrawut sehingga membutuhkan alat transportasi massal," ujarnya kepada pers usai berbicara dalam Konferensi Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Hotel Sahid Jaya, Makassar, Jumat (30/3).
Sementara Syamsuddin, sopir pete-pete trayek Makassar Mall-Daya mungkin hanya segelintir dari ribuan sopir pete-pete di kota ini, yang mengaku tidak keberatan ada busway sepanjang masih memiliki akses untuk mendapatkan penumpang di jalur-jalur sekitar rute busway.

Dinas Perhubungan Makassar mengatakan, salah satu jalur pengumpan yang disiapkan adalah Jalan Abdullah dg Sirua yang juga menjadi jalan alternatif dalam memecahkan kemacetan di ibukota Sulsel ini.

Jalur ini akan menjadi feeder bagi koridor utama di Timur kota dengan rute Terminal Regional Daya (TRD) - Jalan Perintis Kemerdekaan - Jalan AP Pettarani (depan Gedung PT Telkom Divre VII).

Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin mengatakan, busway adalah angkutan yang paling efisien sehingga cepat atau lambat, Makassar akan juga menggunakan busway dan busway juga tidak akan mematikan 'petepete.'
Kepada pers Ilham mengungkapkan bahwa tahun 2006, ia pernah menyamar naik pete-pete di malam hari demi mengukur efisiensi dalam menggunakan armada angkutan kota.

"Saya naik petepete dari kantor (Balaikota Makassar) ke Pasar Daya. Saya sendirian di malam dan sore hari. Saya pakai topi sehingga tidak ada orang yang tahu," ujarnya kepada sebuah media cetak harian di Kota Makassar.

Dari Balaikota sampai Daya, penumpang yang tetap cuma empat orang. Yang naik dan turun di jalan tujuh orang. Berarti pendapatan sekali jalan cuma Rp 10.000 dengan tarif Rp2.000/penumpang) .

Saat kembali, penumpang yang tetap lima orang, sedangkan yang turun naik di jalan sembilan orang. Saya hitung-hitung, satu ret (pulang pergi) pendapatannya paling hanya Rp17.000 sampai Rp 20.000.

Sementara kalau mobil tua, bensinnya butuh empat liter sekali jalan. Kalau mobil baru mungkin tiga liter. Tergantung bagaimana membawanya. Sopir petepete harus membeli bensin Rp21.000, berarti kan mereka rugi. Belum lagi kalau mereka harus membeli suku cadang.

Makanya, kisah Ilham, "waktu saya kumpulkan sopir saya bilang, kalian sebenarnya justru menyubsidi setoran antara Rp700.000 sampai Rp 1,2 juta per bulan.

Pertanyaan saya waktu itu, kenapa mereka mau? Karena ada uang yang dilihat setiap hari.

Itu cara mereka berhitung. Mereka tidak bisa berhitung akumulatif. Kalau dua-tiga tahun tidak bisa lunasi cicilan kendaraan, terpaksa dealer akan menariknya.

Terhadap masalah ini, kata Ilham, kita harus mencari solusi yaitu membangun sistem busway. Konsep pengadaan dan operasional busway itu kerja sama pemerintah-swasta. Mungkin ada pengusaha petepete, tukar lima petepetenya jadi satu busway.

Hitungannya bukan penumpang tapi jarak. Ada atau tidak ada penumpang akan tetap terbayar karena ada subsidi otomatis. Jadi sopir tidak rugi lagi. Sekarang kan satu penumpang dihadang tiga petepete.

"Kenapa? Karena mereka kejar setoran. Ini juga yang membuat kesemrawutan lalu lintas. Petepete akan jadi angkutan penghubung. Tarifnya sama meski jaraknya pendek. Kemudian pengusaha petepete juga dianjurkan membeli bus supaya ikut sistem busway, begitu?," ujar Ilham optimis.