Tuesday, June 19, 2007

UNHAS MENUJU UNIVERSITAS RISET

Makassar, 6/9 (ANTARA) - Universitas Hasanuddin
(Unhas) yang dijuluki 'Kampus Merah' diusianya yang kini 50 tahun pada bulan
September ini, mencoba menuju 'tanjung harapan' selaku universitas
riset di tanah air dan Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada khususnya.

Untuk mencapai salah satu tujuan dari 'Tri darma'
perguruan tinggi itu, yakni 'buah' dari ilmu yang diperoleh di perguruan
tinggi dapat diterima dan diterapkan oleh masyarakat umum, memang
tidaklah mudah. Karena butuh kegigihan dan kecakapan para pelaku yang
terlibat dalam suatu penelitian atau riset. Bahkan butuh waktu yang cukup
panjang untuk menyandang pengakuan sebagai universitas riset.

Hal tersebut diakui baik Prof DR Ir Herry Sonjaya,MSc, Direktur Pusat Kajian Penelitian (PKP) Unhas, maupun Prof DR H Abd Rauf Patong, Kepala Lembaga Penelitian Unhas.

Kedua 'nakhoda' yang berkutat seputar penelitian itu dengan 'job describtion' yang berbeda namun memiliki tujuan yang sama, menegaskan bahwa Unhas yang berada
di wilayah KTI, sudah mendapat kepercayaan kepercayaan dari Dirjen Perguaruan Tinggi (Dikti) untuk melakukan penelitian dan memberikan penilaian secara
desentralisasi.

Dengan demikian, Unhas sebagai salah satu dari tujuh perguruan tinggi (PT) di Indonesia (UNAIR, IPB, UNDIP, UNIGRO, UNS, dan ITB) sudah memiliki hak 'otonomi' dalam menyeleksi, mengevaluasi dan menilai ajuan penelitian yang dimasukkan oleh para dosen maupun
mahasiswa.

"Karena itu, proposal penelitian tidak perlu lagi diseleksi, direview maupun dinilai di pusat (Dikti), tetapi cukup di Lembaga Penelitian (LP) Unhas saja,"
jelas Rauf sembari menambahkan, untuk keperluan itu ditunjuk tim reviewer dari Unhas sendiri.

Untuk efektivitas dan efisiensi kinerja PKP dalam melahirkan hasil-hasil penelitian yang bermutu, maka sejak Juni 2006 pada masa jabatan Prof DR dr Idrus Paturusi sebagai Rektor Unhas menggantikan rektor yang sebelumnya, Prof DR Rady A Gani, maka dipandang perlu
mengembangkan PKP menjadi dua lembaga, yakni PKP sendiri yang mengurusi operasional/laboratorium penelitian dan LP sebagai lembaga yang megurusi persoalan administrasinya.

"Tentu dengan pemisahan ini, kinerja dan hasilnya bisa lebih tergenjot," ungkap Herry. Kendati diakui, dengan pemisahan kerja itu masih banyak yang perlu dibenahi
baik ke dalam maupun ke luar.

Khusus di PKP sendiri, paparnya, pembenahan ke dalam adalah meningkatkan mutu SDM peneliti sekaligus upaya pengadaan sarana penelitian yang lebih memadai.
Sehingga PKP yang membawahi enam divisi ini masing-masing Divisi Kelautan, Bioteknologi, Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, Pangan dan Gizi, Energi dan Isotop, serta Sosial dan Humaniora, produk penelitiannya semakin bermutu dan bisa diaplikasikan dengan baik di kalangan masyarakat.

Alumni Fakultas Peternakan spesialisasi Fisiologi Ternak Reproduksi Unhas ini, dari segi mutu SDM menilai, peniliti masih belum memiliki 'rop map' penelitian, sehingga selama ini para peneliti berjalan sesuai dengan selera masing-masing. Padahal perencanaan dan alur penelitian masa lalu - sekarang - yang akan datang (past-present-future) itu sangat
penting, utamanya dalam mengiringi dan menunjang pembangunan nasional.

"Di sini (Indonesia) kultur peneliti, bukan hanya di Unhas tetapi juga di Jawa atau di tempat lain, masih mengikuti ego masing-masing alias individualist," ungkap Herry yang menyelesaikan master dan doktornya di Perancis. Disamping itu, masih sedikit dosen yang
terlibat ataupun tertarik melakukan penelitian, padahal semenstinya dosen selain mengajar juga harus mampu melakukan penelitian untuk mengikuti perkembangan ilmu yang digelutinya.
Kelemahan itu ditambah lagi dengan belum adanya kebijakan riset jangka panjang yang dikeluarkan oleh Unhas. Sementara dari pendanaan penelitian, PKP juga belum memiliki otonomi untuk mencari funding sendiri, karena masih menunggu drop alokasi dana yang diatur
oleh LP ataupun Unhas. Padahal persoalan dana juga merupakan faktor penting untuk menunjang mutu penelitian.

Dana penelitian selama ini hanya menggunakan 'system blockgram' yang berasal dari Dikti melalui LP untuk membiayai tiga jenis penelitian yakni penelitian fundamental (dasar) dengan platform Rp40 juta per penelitian, penelitian hibah bersaing Rp50 juta per
penelitian dan penelitian unggulan terpadu atau pekerti maksimal Rp75 juta per penelitian.

Selain ketiga jenis dana yang kucurkan Dikti itu, ungkap Rauf pada keterangan terpisah, juga ada dana hibah pasca sebesar Rp90 juta per penelitian, tujuannya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di tingkat pasca sarjana. Hanya saja untuk periode 2007
mendatang, Unhas belum mendapatkan alokasi itu.

"Yang jelas dana yang dialokasikan per tahun itu, disesuaikan dengan jumlah dan budget proposal yang diterima. Khusus tahun 2006, LP Unhas menerima dana penelitian sebanyak Rp1,398 miliar untuk 43 penelitian," paparnya seraya menambahkan, sedang dana
yang berasal dari kas Unhas sendiri pada tahun ini memberikan biaya penelitian khusus kepada 45 dosen muda masing-masing Rp4,5 juta untuk melakukan penelitian-penelitian 'kecil'.

Berguna Bagi Masyarakat
Sejak keberadaan PKP tahun 1998 dan pada pertengahan 2006 LP hadir agar PKP berfungsi maksimal, sudah kurang lebih seribu hasil penelitian yang sudah terakreditasi. Namun dari jumlah tersebut, hanya sedikit yang diaplikasikan oleh masyarakat, karena terbentur lemahnya sosialisasi dan publikasi, serta keterbatasan SDM yang dapat mendampingi masyarakat menerapkan hasil dari penelitian itu.

LP sendiri yang memiliki 9 Pusat Penelitian (puslit) dengan 14 unit kegiatan, diantaranya Pusat Studi Lingkungan (PSL), Pusat Studi Gender, Pusat Penelitian
Gizi dan Pangan, Pusat Penelitian Lebah Madu, serta Pusat Penelitian Pengambangan Wilayah, setiap tahunnya rata-rata menerima 100 proposal penelitian dan yang
lolos seleksi sekitar 30-40 persen, tentu menjadi suatu harapan yang besar bagi masyarakat. Pasalnya, semua hasil penelitian itu diharapkan berguna dan memiliki nilai tambah dalam kehidupan.

"Hasil-hasil penelitian itu, diarahkan pada hal yang bersifat ekonomi yang menujang pembangunan nasional," jelas Herry. Alasannya, kebutuhan itulah yang sangat
mendesak bagi masyarakat dewasa ini.

Dari sekian hasil penelitian yang ada, bioteknologi di bidang pertanian, kelautan dan kedokteran, dinilai yang paling banyak bersentuhan dengan masyarakat,
khususnya yang berada di kalangan menengah ke bawah. Sebagai contoh, bioteknologi pertanian, kini telah dikembangkan bibit/benih kentang unggulan dengan menggunakan kultur jaringan. Dalam hal ini, PKP bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Bantaeng,
Gowa dan Enrekang. Selain itu, melalui Pusat Pangan dan Gizi PKP juga telah mengadakan riset uggulan nasional bekerjasama dengan IPB menghasilkan 'Jagung instant'.

Jagung tersebut yang merupakan bahan dasar untuk 'bubur/sup jagung' yang lebih dikenal dengan nama 'bassang' di daerah ini, tidak perlu diredam seharian sebelum dijadikan bassang, tetapi cukup direndam selama 10 - 15 menit saja.

Sementara di Bidang Kelautan, Divisi Kelauatan PKP melalui Pusat Studi Terumbu Karang, telah berhasil melakukan transplantasi terumbu karang yang bertujuan mempercepat pertumbuhan biota laut itu, pasca pemboman ikan yang marak dilakukan oleh oknum yang tidak
bertanggung jawab.

Buah teh yang selama ini diabaikan, setelah dilakukan penelitian mendalam, ternyata mampu menangkal penyakit (virus) yang menyerang udang tambak, serta menghambat
perkembangan ikan mujair di areal pertambakan. Hasil penelitian ini, sudah diterapkan pada areal tambak di Kabupaten Maros dan Takalar.

"Ini kami ketahui dari orang-orang (peneliti) Unhas yang mengambil daerah percontohan di Maros, ternyata setelah kami coba, hasilnya sangat memuaskan," ungkap H Sangkala, salah seorang petambak udang di Desa Pajjukukang, Kecamatan Maros Utara, Kabupaten Maros.

Aplikasi pemanfaatan hasil penelitian lebah madu, juga tak kalah manfaatnya bagi masyarakat. Hal itu dibuktikan dengan banyaknya pengunjung ke laboratorium
Fakultas Peternakan Unhas yang merupakan jaringan PKP, baik untuk membeli madu maupun terapi sengatan lebah untuk penyembuhan suatu penyakit.

"Dulu kaki saya sering keram, karena kolesterol dan asam urat cukup tinggi. Setelah menjalani terapi sengatan lebah, Alhamdulillah kaki sudah baik lagi,"
ungkap Rohana, salah seorang yang pernah memanfaatkan hasil penelitian lebah madu itu.

Sementara 'buah' penelitian khusus Divisi Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah, PKP Unhas telah menjalin kerjasama dengan beberapa pemerintah kabupaten/kota di daerah ini, di antaranya Pemkab Barru, Bantaeng, dan Pemkot Makassar.

"Karena ini bentuknya kerjasama, maka hasil penelitian tersebut tentu langsung diaplikasikan," ungkap Herry. Kerjasama serupa sesuai segmen masing-masing juga
telah dilakukan dengan instansi atau lembaga lainnya seperti PT PLN, Balai POM, dan Balitbangda di daerah ini.

Meski usia PKP/LP baru delapan tahun, sehingga masih sangat muda dibanding usia Unhas sendiri yang kini genap 50 tahun, namun tak ada salahnya menggantungkan harapan bahwa universitas bergelar 'Ayam Jantan dari Timur' ini, kelak menjadi universitas riset yang
berguna bagi masyarakat, seperti universitas tertua di Bangkok, Thailand 'Chailalangkung University' yang mempersembahkan hasil-hasil penelitiannya untuk
kemakmuran masyarakatnya. Untuk mencapai obsesi itu, PKP dan LP Unhas harus berjuang keras dan terus berusaha membenahi kekurangan-kekurangan yang ada.

No comments: