Tuesday, June 19, 2007

BUSWAY MAKASSAR DI PERSIMPANGAN JALAN

Makassar, 16/6 (ANTARA) - Setelah sukses diterapkan di Jakarta sejak 2005, 'demam' busway kini merambah kota-kota metro lainnya di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi yang ingin memodernisasi armada angkutan massalnya.

Namun bagi Makassar, kota berpenduduk sektiar 1,3 juta jiwa yang berniat menerapkan busway tahun 2008, masih menghadapi masalah yang dilematis, sehingga rencana penerapan busway itu seolah masih ada di persimpangan jalan.

Sebagai kota metro, Makassar dinilai sudah layak menggunakan busway untuk melengkapi armada angkutan massal yang sudah disediakan Perum Damri sejak tahun 1980-an dan 'pete-pete' yang kini terus menjamur.

Apalagi, departemen perhubungan telah menjanjikan bantuan berupa 20 unit bus bila sistem angkutan modern ini direalisasikan di kota berjuluk 'anging mammiri' itu.

Hanya saja, untuk menerapkan busway di Kota Makassar, Pemkot setempat menemui kendala kesiapan infrastruktur pendukung kelancaran operasional.

"Sebenarnya tahun 2008 mendatang, Pemkot Makassar akan menerima hibah 20 unit busway, namun hingga saat ini Pemkot belum bisa memutuskan menerima atau tidak tawaran dari Dephub itu," ungkap Muchtar Kasim, Kepala Dinas Perhubungan Kota Makassar.

Pasalnya, Pemkot khawatir infrastruktur pendukung operasional busway belum akan rampung tahun depan, sekalipun upaya pelebaran jalan telah mulai dilakukan di lokasi yang akan menjadi rute busway seperti Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jl AP Pettarani.

Walikota Makassar H Ilham Arief Sirajuddin mengakui, untuk membangun sistem transportasi yang baik dan ramah lingkungan, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan karena butuh biaya yang banyak dan waktu yang cukup lama.

"Sarana transportasi massal dengan busway memang merupakan amanah pemerintah pusat pada sejumlah kota besar termasuk Kota Makassar. Namun untuk rute yang akan dilalui busway itu, penyediaan jalannya merupakan tanggung jawab pemerintah provinsi. Jadi, semuanya harus bersinergi," paparnya.
Hal senada dikemukakan Ketua Komisi C DPRD Makassar, H Burhanuddin Odja. Ia menyebut ada matai rantai saling behubungan lain yang mengakibatkan adanya ketergantungan sehingga Pemkot sendiri sulit mengambil keputusan.

Mata rantai itu adalah ketergantungan Pemkot Makassar pada bantuan pemerintah pusat untuk mendapatkan armada busway dalam bentuk hibah serta ketergantungan pada keharusan melebarkan jalan raya yang menjadi program Pemprov Sulsel. Pemprov juga tergantung dana pemerintah pusat melalui APBN untuk menangani jalan itu.

"Dengan demikian, lanjutnya, ketiga unsur itu harus bersinergi satu sama lain untuk mencapai tujuan yang sama dalam upaya memperbaiki sistem transportasi darat bagi masyarakat," katanya dan menambahkan, untuk membangun sinergi itu bukanlah hal mudah.


Koridor dan feeder


Meski putusan final belum diambil soal diterapkan atau tidaknya sistem busway mulai tahun 2008, perencanaan soal itu telah gencar dilaksanakan, khususnya terkait penetapan jalur utama dan jalur pengumpan (feeder).

Jaringan Kerja Penataan Transportasi (JKPT) Makassar bersama Masyarakat Transportasi Indonesai (MTI) dan Dinas Perhubungan Makassar telah menetapkan enam jalur atau koridor busway (kendaraan massal) di Makassar.

Keenam koridor ini masing-masing; Koridor 1 memiliki rute: Terminal Regional Daya (TRD)- Jl. Perintis Kemerdekaan - Jl. Urip Sumoharjo - Jl. AP Pettarani (depan Kantor Tekom). Koridor 2 miliki rute: Lapangan Karebosi - Jl. Garuda - Jl. Rajawali - Jl. Metro - Mal GTC.

Sedangkan rute Koridor 3: Terminal Pelabuhan Soekarno Hatta-Jl. Tentara Pelajar- Jl. Irian-Jl. A Yani- Jl. Sudirman- Jl. Bawakaraeng- Jl. Veteran- Jl. Sultan Alauddin- Terminal Malengkeri. Untuk rute Koridor 4: TRD-Jalan Tol-Jl. Teuku Umar -Jl. Cakalang - Jl. Yos Sudarso.

Rute Koridor 5: Jl AP Pettarani (Km 4)- Jl. Maccini Raya - Jl. Bawakaraeng - Lapangan Karebosi. Sedangkan Koridor 6: PLTU Tello-Jl. Antang Raya - Jl. Perumnas Antang- Jl. Tembus Hertasning - Jl. Toddopuli Raya - Terminal Panakkukang.

Hal ini terungkap dalam ekspose hasil studi transformasi moda angkutan umum di Kota Makassar di Royal Regency, Jumat 29 Desember.

Untuk membangun koridor-koridor bersama halte-haltenya itu, Pemkot Makassar memperkitakan akan menyerap dana sektiar Rp40 miliar.

Sebagai pilot project, kata Ilham Arief Sirajuddin, Walikota Makassar beberapa waktu lalu, pihaknya akan membangun koridor pertama rute Terminal Regional Daya ke Kantor PT Telkom Divre VII di Jl AP Pettarani.
"Tahun ini (2007), pelebaran Jl Urip Sumoharjo akan dilakukan mulai dari Jembatan Tello sampai pintu dua Universitas Hasanuddin (Unhas). Ini strategi kita ke pemerintah pusat untuk mendapatkan dana. Saya bilang ke Departemen PU, kalau mau busway masuk Makassar, lebarkan dulu jalannya. Ternyata tahun ini turun dana Rp26 miliar," kata Ilham
Selain koridor, Pemkot juga mengkaji jalur pengumpan (feeder) untuk menyediakan 'space' bagi armada angkutan kota yang lain, terutama 'pete-pete' agar mereka tidak 'mati' saat busway beroperasi.

Hal itu penting untuk meminimalisasi ekses sosial dan ekonomi di masyarakat. Pasalnya, ketika isu pengoperasian busway di Kota Makassar digulirkan sejak pertengahan tahun lalu, kelompok sopir 'pete-pete' mulai berdemo dan menggelar aksi mogok.

Mereka merasa terancam dengan rencana mengoperasikan busway karena pendapatan mereka akan 'dirampas' oleh armada angkutan umum modern itu.

Padahal, di sisi lain, masyarakat merindukan hadirnya transportasi yang lebih nyaman, aman, tepat waktu dan yang lebih ramah lingkungan.

"Masyarakat Makassar butuh busway seperti di Jakarta itu. Tidak ada apa-apa kita membayar sedikit lebih mahal dari kendaraan umum biasaya, yang penting pelayanannya memuaskan," ungkap Norma, salah seorang pengguna jasa transportasi umum yang sehari-harinya bekerja di perusahaan marketing di Makassar.

Ia menilai, kesemrawutan angkutan kota 'pete-pete' di ibukota Sulsel ini tampaknya makin menjadi-jadi. Kemacetan sudah menjadi menu hampir setiap hari, sementara armada angkutan yang ada saat ini tidak memberikan jaminan kenyamanan dan ketepatan waktu kepada penggunanya.

Pendapat itu didukung Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso saat berkunjung ke Makassar bulan Maret 2007.

"Kota Makassar sudah sangat membutuhkan busway. Makassar telah menjadi kota padat dengan lalu lintas yang semrawut sehingga membutuhkan alat transportasi massal," ujarnya kepada pers usai berbicara dalam Konferensi Pusat Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Hotel Sahid Jaya, Makassar, Jumat (30/3).
Sementara Syamsuddin, sopir pete-pete trayek Makassar Mall-Daya mungkin hanya segelintir dari ribuan sopir pete-pete di kota ini, yang mengaku tidak keberatan ada busway sepanjang masih memiliki akses untuk mendapatkan penumpang di jalur-jalur sekitar rute busway.

Dinas Perhubungan Makassar mengatakan, salah satu jalur pengumpan yang disiapkan adalah Jalan Abdullah dg Sirua yang juga menjadi jalan alternatif dalam memecahkan kemacetan di ibukota Sulsel ini.

Jalur ini akan menjadi feeder bagi koridor utama di Timur kota dengan rute Terminal Regional Daya (TRD) - Jalan Perintis Kemerdekaan - Jalan AP Pettarani (depan Gedung PT Telkom Divre VII).

Walikota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin mengatakan, busway adalah angkutan yang paling efisien sehingga cepat atau lambat, Makassar akan juga menggunakan busway dan busway juga tidak akan mematikan 'petepete.'
Kepada pers Ilham mengungkapkan bahwa tahun 2006, ia pernah menyamar naik pete-pete di malam hari demi mengukur efisiensi dalam menggunakan armada angkutan kota.

"Saya naik petepete dari kantor (Balaikota Makassar) ke Pasar Daya. Saya sendirian di malam dan sore hari. Saya pakai topi sehingga tidak ada orang yang tahu," ujarnya kepada sebuah media cetak harian di Kota Makassar.

Dari Balaikota sampai Daya, penumpang yang tetap cuma empat orang. Yang naik dan turun di jalan tujuh orang. Berarti pendapatan sekali jalan cuma Rp 10.000 dengan tarif Rp2.000/penumpang) .

Saat kembali, penumpang yang tetap lima orang, sedangkan yang turun naik di jalan sembilan orang. Saya hitung-hitung, satu ret (pulang pergi) pendapatannya paling hanya Rp17.000 sampai Rp 20.000.

Sementara kalau mobil tua, bensinnya butuh empat liter sekali jalan. Kalau mobil baru mungkin tiga liter. Tergantung bagaimana membawanya. Sopir petepete harus membeli bensin Rp21.000, berarti kan mereka rugi. Belum lagi kalau mereka harus membeli suku cadang.

Makanya, kisah Ilham, "waktu saya kumpulkan sopir saya bilang, kalian sebenarnya justru menyubsidi setoran antara Rp700.000 sampai Rp 1,2 juta per bulan.

Pertanyaan saya waktu itu, kenapa mereka mau? Karena ada uang yang dilihat setiap hari.

Itu cara mereka berhitung. Mereka tidak bisa berhitung akumulatif. Kalau dua-tiga tahun tidak bisa lunasi cicilan kendaraan, terpaksa dealer akan menariknya.

Terhadap masalah ini, kata Ilham, kita harus mencari solusi yaitu membangun sistem busway. Konsep pengadaan dan operasional busway itu kerja sama pemerintah-swasta. Mungkin ada pengusaha petepete, tukar lima petepetenya jadi satu busway.

Hitungannya bukan penumpang tapi jarak. Ada atau tidak ada penumpang akan tetap terbayar karena ada subsidi otomatis. Jadi sopir tidak rugi lagi. Sekarang kan satu penumpang dihadang tiga petepete.

"Kenapa? Karena mereka kejar setoran. Ini juga yang membuat kesemrawutan lalu lintas. Petepete akan jadi angkutan penghubung. Tarifnya sama meski jaraknya pendek. Kemudian pengusaha petepete juga dianjurkan membeli bus supaya ikut sistem busway, begitu?," ujar Ilham optimis.

No comments: